Selasa, 21 Juni 2011

Pengantar Jurnalistik

A. Latar Belakang
Telah diajarkan dalam mata kuliah Pengantar Jurnalistik bahwa ada setidaknya empat jenis pers utama, yaitu pers otoriter, pers liberal, pers komunis, dan pers tanggung jawab sosial. Keempat macam pers ini mempunyai tujuan dan unsur- unsur tersendiri; oleh karena itu, cukup simpel menganalisis jenis pers apa saja yang digunakan dalam suatu wilayah atau negara tertentu.
Secara historis, pers Indonesia (dan sebelumnya Hindia Belanda) tidak diberi kebebasan untuk melaporkan hal yang bertentangan dengan tujuan pemerintah. Sejak lahir pers Nusantara pada tengah abad kesembilan belas sampai dengan runtuhnya Orde Baru pada tahun 1998 pers Indonesia dikendalikan dengan ketat. Akibatnya, sampai dengan tahun 1998 sistem pers Indonesia adalah pers otoriter.
Namun, sistem pers Indonesia kini beda dari yang sebelumnya. Dalam beberapa bidang memang terbiasa mengikuti pernyataan pemerintah, tetapi dalam bidang lain pers sungguh-sungguh bertentangan keras dengan agenda pemerintah. Akibatnya, kadang tidak diketahui kini pers Indonesia adalah pers semacam apa.
B. Tujuan dan Metode Analisis
Analisis dimaksudkan untuk mengetahui dan menjelaskan apa jenis pers Indonesia pada zaman pasca-Soeharto ini. Jenis pers Indonesia ini akan dimasuk ke salah satu dari empat macam pers yang diajari di kelas.
Untuk mencapai tujuan itu, masalah akan dipecahkan dengan analisis gaya dan inti dari dua artikel dan satu opini dari harianKom pas dan perbandingan dengan ciri-ciri empat macam teori pers.
C. Sistematika Penyajian
Makalah ini dibagi menjadi empat bab dan sepuluh subbab. Bab satu adalah bab pendahuluan, yang berfungsi sebagai pengantar. Bab ini dibagai menjadi tiga subbab dan menjelaskan latar belakang masalah, tujuan dan metode analisis, dan sistem penyajian.
Bab dua terdiri dari empat subbab. Bab ini berfungsi sebagai informasi latar belakang yang menjelaskan apa itu keempat teori pers. Terdapat dalam bab ini adalah penjelasan pers otoriter, pers liberal, pers komunis, dan pers tanggung jawab sosial.
Bab tiga adalah analisis jenis pers Indonesia; ini dibagi dalam tiga subbab yang terfokus pada satu aspek artikel per subbab. Dalam bab ini akan dipecahkan apakah macam pers Indonesia menurut teori yang dipelajari dalam kelas. Analisis ini dilakukan dengan cara memperbanding beberapa aspek artikel dari harian Kompas dengan unsur-unsur setiap macam pers yang dipelajari.
Bab empat adalah penutup. Penutup ini merupakan kesimpulan dan saran dari makalah ini.
BAB II: PENGERTIAN DASAR TEORI PERS
a) Sistem Pers Otoriter
Teori pers otoriter menyatakan bahwa pers berada untuk menyampaikan segala tujuan pemerintah kepada rakyat. Pers ini lahir di Eropa pada abad kelima belas ketika pemerintah-pemerintah Eropa masih menggunakan sistem politis
absolute monarchy. Macam pers ini berkembang pada abad keenam belas tetapi saat kini jarang ditemui kecuali dalam diktatorial non-komunis (Rahmanto, 2009).
Oleh karena pers otoriter berada karena diizinkan pemerintah setiap penerbit pers diawasi dengan ketat dan tidak boleh menghina pemerintah atau penguasa. Ini jelas kelihatan pada Orde Baru. Pada saat itu, berbagai media pers didiri oleh pemerintah, di antara lain RRI, TVRI dan Suara Karya. Untuk terus-menerus menerbit setiap pers perlu Surat Izin Cetak, Surat Izin Usaha Penerbitan Pers dan sebagainya (Rahmanto, 2009).
b) Sistem Pers Liberal
Pers liberal lahir pada abad ketujuh belas dan berkembang dalam abad-abad berikutnya. Pertama-tama muncul karena perubahan budaya di negara-negara Barat yang disebabkan revolusi industrial; pada saat itu manusia diakui sebagai makluk rasional yang dapat membedakan kebenaran dan kesalahan. Akibatnya, pers dibebaskan untuk menuliskan apa saja (Rahmanto, 2009).
Fungsi pers liberal tidaklah terbatas pada mengungkapkan fakta, tetapi juga untuk memberi hiburan. Ada pula fungsi untuk bertentangan dengan pemerintah dan monolopinya dalam komunikasi. Oleh karena fungsi-fungsi itu, pers liberal sering ucapkan rahasia pemerintah sebagai akibat dari investigative reporting dan protes keras ketika ada undang-undang yang membatasi kebebasan pers (Rahmanto, 2009).
c) Sistem Pers Komunis
Pers komunis lahir agak mirip pers otoriter, tetapi lebih terkendali oleh pemerintah. Lahir di Uni Soviet pada awal abad kedua puluh dengan runtuhnya keczaran Rusia, pers komunis berdasarkan teori-teori Karl Marx tentang sosialisme. Kini pers komunis dipegang (dengan beberapa modifikasi) dalam negara-negara komunis, di antara lain Republik Rakyat Cina, Vietnam, Korea Utara, dan Kuba (Rahmanto, 2009).
Dalam pers komunis, pers dianggap sebagai alat propaganda partai (penguasa) dan digunakan sebisa-bisanya untuk memperlancar proyek-proyek partai. Oleh karena dimaksud sebagai alat propaganda, pers komunis sangat terbatas dalam apa yang bisa dilaporkan. Semua macam pers milik negara dan disensor oleh negara. Sama sekali tidak boleh ada kritik terhadap partai ataupula tujuannya (Rahmanto, 2009).
d) Sistem Pers Tanggung Jawab Sosial
Sistem pers tanggung jawab sosial muncul sebagai perkembangan dari pers liberal pada abad kedua puluh karena pers liberal dianggap terlalu menipu masyarakat. Dalam sistem pers ini, pers berdiri terpisah dari pemerintah, tetapi wajib mengendalikan diri sesuai dengan kode etik pers. Dalam kata lain, dalam sistem pers ucapkan rahasia pemerintah sebagai akibat dari investigative reporting dan protes keras ketika ada undang-undang yang membatasi kebebasan pers itu, pers tanggung jawab sosial dianggap bertanggung atas informasi yang disampaikannya. Untuk menghindari ketidakjelasan danbias, pers harus bersifat objektif dalam pelaporan peristiwa. Pers juga harus bersifat non partisan dan tidak memihak-pihak dalam isu-isu sosial ataupun pilihan umum (Rahmanto, 2009).
BAB III: ANALISIS JENIS PERS INDONESIA
a) Gaya Bahasa Artikel
Gaya bahasa ketiga artikel / opini yang dianalisis cukup standar. Jarang digunakan kata-kata yang melebih-lebih atau membesar-besar topik. Kata-kata inflammatory atau sensasionalis yang sering dijumpai dalam pers liberal dan tabloid tidak ada di kedua artikel.
Tingkat bahasa cukup sederhana dan dapat dimengerti oleh sebagian besar pembaca. Tatkala ada kata atau istilah yang agak spesialis, misalnya kata “hasiab” dalam artikel “Muhammadiyah Hari Minggu,” (selanjutnya disebut MHM) pasti diartikan. Walaupun ini tidak menandai satu macam pers tertentu, ini memperluas pengertian pembaca yang mungkin dari latar belakang berbeda.
Dalam kedua artikel digunakan kata-kata yang denotasinya netral, sesuai dengan pers otoriter, pers komunis dan pers tanggung jawab sosial. Misalnya, dalam artikel “ 130 Truk BBM Disiagakan ” (selanjutnya disebut 130 TBD) terdapatlah kalimat “ Sepeda motor terlihat mendominasi lalu lintas, terutama pada pagi hari ” yang bersifat cukup objektif. Bisa saja dalam pers liberal kalimat itu berbunyi “ Sepeda motor bergila-gilaan menutupi jalan dan menyebabkan macet ” yang konotaasinya lebih negatif.
Sedangkan, gaya bahasa dalam opini “Kebebasan Pers Terancam” (selanjutnya disebut KBT) bersifat menegaskan. Ada beberapa kalimat yang diulang- ulangi sebagai penegas intinya. Contohnya, frase-frase “nondemokratis,” “represif,” dan “antikebebasan pers” digunakan berkali-kali. Sifat pengulangan dan penegasan opini ini mengarah ke pers liberal karena bersifat inflammatory.
Macam pers Indonesia juga ditandai oleh pilihan judul dan by-line artikel. Konotasi bisa terbawa dari keterkaitan dua frase di atas artikel. Contohnya, dalam artikel MHM ada by-line “Pemerintah Belum Memutuskan Tanggal Idul Fitri.” Ketika hanya judul dan by-line artikel dibaca ada penangkapan bahwa pemerintah tidak efisien; kritik pemerintah ini sesuai dengan pers liberal atau pers tanggung jawab sosial.
b) Topik Artikel
Topik artikel (apa yang dibahas dalam artikel) dapat menandai orientasi pers oleh karena pelesapan adalah cara objektif menyampaikan pikiran. Dalam kata lain, dengan melesap informasi yang tidak sesuai dengan sudut pandang seorang wartawan dapatlah wartawan itu mengubah pikiran masyarakat tanpa mengubah objektivitas artikelnya.
Dalam kedua artikel yang dianalisis, topik artikel adalah sesuatu yang sangat berguna bagi sebagian besar masyarakat. Dalam artikel 130 TBD, masyarakat diberi tahu bahwa telah disediakan bensin ekstra untuk pompa-pompa di Sumatera; dengan pengetahuan itu masyarakat tidak perlu buru-buru isi bensin dan menyebabkan macet. Dalam artikel MHM, masyarakat diberi tahu bahwa Muhammadiyah telah menetapkan hari Idul Fitri pada hari Minggu; untuk kaum Islam, pengetahuan awal hari raya ini dapat bantu mereka siapkan diri untuk Lebaran dengan cara menentukan batas belanjaan. Ini termasuk pers tanggung jawab sosial.
Sedangkan, dalam opini KPT topik adalah reaksi terhadap undang-undang baru yang menentukan hukum berat untuk pelanggaran rahasia negara. Topik ini bertentangan dengan posisi pemerintah dan karena itu membuktikan bahwa pers tidak dipeliharakan seratus persen oleh pemerintah; dalam kata lain, pers Indonesia bukanlah pers otoriter atau komunis.
c) Sudut Pandang Artikel
Sudut pandang (point of view) ditandai oleh beberapa bagian artikel, di antara lain diksi, pilihan informasi, pelesapan informasi, kelengkapan artikel, dan juga dengan tempat letaknya artikel dalam koran. Misalnya, artikel-artikel yang dianggap penting oleh pers diletakkan di halaman-halaman depan dengan artikel yang besar. Sedangkan, artikel yang dianggap tidak penting diletakkan di belakang.
Dalam artikel 130 TBD, sudut pandang cukup objektif. Contohnya, pada akhir artikel diberi pernyataan oleh wakil pemerintah bahwa takkan ada hambatan yang berarti dalam perjalanan. Pernyataan ini diseimbangi dengan informasi bahwa jumlah pemudik bermotor meningkat dan mulai dominasi jalan pada pagi hari. Oleh karena ada keseimbangan informasi itu, pembaca tidak dipersuasi setuju dengan laporan oleh karena pelesapan informasi.
Dalam artikel MHM, sudut pandang anti-pemerintah secara tidak langsung. Di antara lain, ketika judul dibaca bersama by-line ada pesan ketidakefisienan pemerintah. Apalagi, walaupun pemerintah diberi lebih banyak kutipan dan fokus dalam artikel ada pula pernyataan yang terdengar agak menghina. Misalnya, permohonan pemerintah agar masyarakat sabar menunggu keputusan dikatakan dua kali dalam artikel. Kritik pemerintah ini sesuai dengan pers liberal atau tanggung jawab sosial.
Sudut pandang yang paling jelas terletak pada opini KPT, yaitu posisi anti- pemerintah. Keputusan pemerintah untuk undang-undang baru dikritik secara mendalam dalam opini yang penuh emosi. Namun, pembaca tidak diberi kutipan langsung dari undang-undang tersebut atau lihat semua ayat dan pasal dalam konteks ataupun komentar dari ahli. Akibatnya, terjadi pelesapan informasi yang cukup besar dalam opini ini yang mewarnai penangkapan masyarakat. Ini mencerminkan sistem pers liberal.
BAB V: PENUTUP
Dari informasi di atas dapat dimengerti bahwa pers Indonesia pada saat ini pasti bukan pers otoriter ataupun pers komunis. Pers Indonesia pada saat ini lebih mengarah ke pers tanggung jawab sosial, yang menjaga sikap dan nama baik dengan kebenaran dan objektivitas dalam artikel.
Namun, ada pula beberapa aspek pers liberal yang masih terasa dalam pers Indonesia pada saat ini. Opini seperti KPT reaksionis dan terbawa emosi, bukan logika. Dalam opini-opini ada kebiasaan menyampaikan gagasan tanpa memeriksanya dengan ahli dalam bidang itu; dalam kasus KPT, ahli hukum.
Oleh karena itu, pers Indonesia moderne tidak dapat disebut seratus persen pers tanggung jawab sosial. Namun, bisa dikatakan bahwa pers Indonesia pada saat ini bersifat tanggung jawab sosial dalam artikel tetapi liberal dalam opini.
Agar bisa lebih dipercaya rakyat sebaiknya pers Indonesia ingat pada kedudukannya sebagai pelapor peristiwa penting yang berguna untuk rakyat. Apabila ada sesuatu yang sangat memarahkan, sebaiknya opini tentang itu mengkritik dengan bukti tambahan dari ahli atau kutipan dari buku
DAFTAR PUSTAKA
Batubara, Leo. 2009. “Kebebasan Pers Terancam.”Kom pas. 14 September.
Rahmanto, Drs. B. 2009. “Empat Macam Teori Pers.”Pelajar an.
Staff Kompas. 2009. “130 Truk BBM Disiagakan.”Kom pas. 14 September.
Staff Kompas. 2009. “Muhammadiyah Hari Minggu.”Kom pas. 14 September
A. Latar Belakang
Telah diajarkan dalam mata kuliah Pengantar Jurnalistik bahwa ada setidaknya empat jenis pers utama, yaitu pers otoriter, pers liberal, pers komunis, dan pers tanggung jawab sosial. Keempat macam pers ini mempunyai tujuan dan unsur- unsur tersendiri; oleh karena itu, cukup simpel menganalisis jenis pers apa saja yang digunakan dalam suatu wilayah atau negara tertentu.
Secara historis, pers Indonesia (dan sebelumnya Hindia Belanda) tidak diberi kebebasan untuk melaporkan hal yang bertentangan dengan tujuan pemerintah. Sejak lahir pers Nusantara pada tengah abad kesembilan belas sampai dengan runtuhnya Orde Baru pada tahun 1998 pers Indonesia dikendalikan dengan ketat. Akibatnya, sampai dengan tahun 1998 sistem pers Indonesia adalah pers otoriter.
Namun, sistem pers Indonesia kini beda dari yang sebelumnya. Dalam beberapa bidang memang terbiasa mengikuti pernyataan pemerintah, tetapi dalam bidang lain pers sungguh-sungguh bertentangan keras dengan agenda pemerintah. Akibatnya, kadang tidak diketahui kini pers Indonesia adalah pers semacam apa.
B. Tujuan dan Metode Analisis
Analisis dimaksudkan untuk mengetahui dan menjelaskan apa jenis pers Indonesia pada zaman pasca-Soeharto ini. Jenis pers Indonesia ini akan dimasuk ke salah satu dari empat macam pers yang diajari di kelas.
Untuk mencapai tujuan itu, masalah akan dipecahkan dengan analisis gaya dan inti dari dua artikel dan satu opini dari harianKom pas dan perbandingan dengan ciri-ciri empat macam teori pers.
C. Sistematika Penyajian
Makalah ini dibagi menjadi empat bab dan sepuluh subbab. Bab satu adalah bab pendahuluan, yang berfungsi sebagai pengantar. Bab ini dibagai menjadi tiga subbab dan menjelaskan latar belakang masalah, tujuan dan metode analisis, dan sistem penyajian.
Bab dua terdiri dari empat subbab. Bab ini berfungsi sebagai informasi latar belakang yang menjelaskan apa itu keempat teori pers. Terdapat dalam bab ini adalah penjelasan pers otoriter, pers liberal, pers komunis, dan pers tanggung jawab sosial.
Bab tiga adalah analisis jenis pers Indonesia; ini dibagi dalam tiga subbab yang terfokus pada satu aspek artikel per subbab. Dalam bab ini akan dipecahkan apakah macam pers Indonesia menurut teori yang dipelajari dalam kelas. Analisis ini dilakukan dengan cara memperbanding beberapa aspek artikel dari harian Kompas dengan unsur-unsur setiap macam pers yang dipelajari.
Bab empat adalah penutup. Penutup ini merupakan kesimpulan dan saran dari makalah ini.
BAB II: PENGERTIAN DASAR TEORI PERS
a) Sistem Pers Otoriter
Teori pers otoriter menyatakan bahwa pers berada untuk menyampaikan segala tujuan pemerintah kepada rakyat. Pers ini lahir di Eropa pada abad kelima belas ketika pemerintah-pemerintah Eropa masih menggunakan sistem politis
absolute monarchy. Macam pers ini berkembang pada abad keenam belas tetapi saat kini jarang ditemui kecuali dalam diktatorial non-komunis (Rahmanto, 2009).
Oleh karena pers otoriter berada karena diizinkan pemerintah setiap penerbit pers diawasi dengan ketat dan tidak boleh menghina pemerintah atau penguasa. Ini jelas kelihatan pada Orde Baru. Pada saat itu, berbagai media pers didiri oleh pemerintah, di antara lain RRI, TVRI dan Suara Karya. Untuk terus-menerus menerbit setiap pers perlu Surat Izin Cetak, Surat Izin Usaha Penerbitan Pers dan sebagainya (Rahmanto, 2009).
b) Sistem Pers Liberal
Pers liberal lahir pada abad ketujuh belas dan berkembang dalam abad-abad berikutnya. Pertama-tama muncul karena perubahan budaya di negara-negara Barat yang disebabkan revolusi industrial; pada saat itu manusia diakui sebagai makluk rasional yang dapat membedakan kebenaran dan kesalahan. Akibatnya, pers dibebaskan untuk menuliskan apa saja (Rahmanto, 2009).
Fungsi pers liberal tidaklah terbatas pada mengungkapkan fakta, tetapi juga untuk memberi hiburan. Ada pula fungsi untuk bertentangan dengan pemerintah dan monolopinya dalam komunikasi. Oleh karena fungsi-fungsi itu, pers liberal sering ucapkan rahasia pemerintah sebagai akibat dari investigative reporting dan protes keras ketika ada undang-undang yang membatasi kebebasan pers (Rahmanto, 2009).
c) Sistem Pers Komunis
Pers komunis lahir agak mirip pers otoriter, tetapi lebih terkendali oleh pemerintah. Lahir di Uni Soviet pada awal abad kedua puluh dengan runtuhnya keczaran Rusia, pers komunis berdasarkan teori-teori Karl Marx tentang sosialisme. Kini pers komunis dipegang (dengan beberapa modifikasi) dalam negara-negara komunis, di antara lain Republik Rakyat Cina, Vietnam, Korea Utara, dan Kuba (Rahmanto, 2009).
Dalam pers komunis, pers dianggap sebagai alat propaganda partai (penguasa) dan digunakan sebisa-bisanya untuk memperlancar proyek-proyek partai. Oleh karena dimaksud sebagai alat propaganda, pers komunis sangat terbatas dalam apa yang bisa dilaporkan. Semua macam pers milik negara dan disensor oleh negara. Sama sekali tidak boleh ada kritik terhadap partai ataupula tujuannya (Rahmanto, 2009).
d) Sistem Pers Tanggung Jawab Sosial
Sistem pers tanggung jawab sosial muncul sebagai perkembangan dari pers liberal pada abad kedua puluh karena pers liberal dianggap terlalu menipu masyarakat. Dalam sistem pers ini, pers berdiri terpisah dari pemerintah, tetapi wajib mengendalikan diri sesuai dengan kode etik pers. Dalam kata lain, dalam sistem pers ucapkan rahasia pemerintah sebagai akibat dari investigative reporting dan protes keras ketika ada undang-undang yang membatasi kebebasan pers itu, pers tanggung jawab sosial dianggap bertanggung atas informasi yang disampaikannya. Untuk menghindari ketidakjelasan danbias, pers harus bersifat objektif dalam pelaporan peristiwa. Pers juga harus bersifat non partisan dan tidak memihak-pihak dalam isu-isu sosial ataupun pilihan umum (Rahmanto, 2009).
BAB III: ANALISIS JENIS PERS INDONESIA
a) Gaya Bahasa Artikel
Gaya bahasa ketiga artikel / opini yang dianalisis cukup standar. Jarang digunakan kata-kata yang melebih-lebih atau membesar-besar topik. Kata-kata inflammatory atau sensasionalis yang sering dijumpai dalam pers liberal dan tabloid tidak ada di kedua artikel.
Tingkat bahasa cukup sederhana dan dapat dimengerti oleh sebagian besar pembaca. Tatkala ada kata atau istilah yang agak spesialis, misalnya kata “hasiab” dalam artikel “Muhammadiyah Hari Minggu,” (selanjutnya disebut MHM) pasti diartikan. Walaupun ini tidak menandai satu macam pers tertentu, ini memperluas pengertian pembaca yang mungkin dari latar belakang berbeda.
Dalam kedua artikel digunakan kata-kata yang denotasinya netral, sesuai dengan pers otoriter, pers komunis dan pers tanggung jawab sosial. Misalnya, dalam artikel “ 130 Truk BBM Disiagakan ” (selanjutnya disebut 130 TBD) terdapatlah kalimat “ Sepeda motor terlihat mendominasi lalu lintas, terutama pada pagi hari ” yang bersifat cukup objektif. Bisa saja dalam pers liberal kalimat itu berbunyi “ Sepeda motor bergila-gilaan menutupi jalan dan menyebabkan macet ” yang konotaasinya lebih negatif.
Sedangkan, gaya bahasa dalam opini “Kebebasan Pers Terancam” (selanjutnya disebut KBT) bersifat menegaskan. Ada beberapa kalimat yang diulang- ulangi sebagai penegas intinya. Contohnya, frase-frase “nondemokratis,” “represif,” dan “antikebebasan pers” digunakan berkali-kali. Sifat pengulangan dan penegasan opini ini mengarah ke pers liberal karena bersifat inflammatory.
Macam pers Indonesia juga ditandai oleh pilihan judul dan by-line artikel. Konotasi bisa terbawa dari keterkaitan dua frase di atas artikel. Contohnya, dalam artikel MHM ada by-line “Pemerintah Belum Memutuskan Tanggal Idul Fitri.” Ketika hanya judul dan by-line artikel dibaca ada penangkapan bahwa pemerintah tidak efisien; kritik pemerintah ini sesuai dengan pers liberal atau pers tanggung jawab sosial.
b) Topik Artikel
Topik artikel (apa yang dibahas dalam artikel) dapat menandai orientasi pers oleh karena pelesapan adalah cara objektif menyampaikan pikiran. Dalam kata lain, dengan melesap informasi yang tidak sesuai dengan sudut pandang seorang wartawan dapatlah wartawan itu mengubah pikiran masyarakat tanpa mengubah objektivitas artikelnya.
Dalam kedua artikel yang dianalisis, topik artikel adalah sesuatu yang sangat berguna bagi sebagian besar masyarakat. Dalam artikel 130 TBD, masyarakat diberi tahu bahwa telah disediakan bensin ekstra untuk pompa-pompa di Sumatera; dengan pengetahuan itu masyarakat tidak perlu buru-buru isi bensin dan menyebabkan macet. Dalam artikel MHM, masyarakat diberi tahu bahwa Muhammadiyah telah menetapkan hari Idul Fitri pada hari Minggu; untuk kaum Islam, pengetahuan awal hari raya ini dapat bantu mereka siapkan diri untuk Lebaran dengan cara menentukan batas belanjaan. Ini termasuk pers tanggung jawab sosial.
Sedangkan, dalam opini KPT topik adalah reaksi terhadap undang-undang baru yang menentukan hukum berat untuk pelanggaran rahasia negara. Topik ini bertentangan dengan posisi pemerintah dan karena itu membuktikan bahwa pers tidak dipeliharakan seratus persen oleh pemerintah; dalam kata lain, pers Indonesia bukanlah pers otoriter atau komunis.
c) Sudut Pandang Artikel
Sudut pandang (point of view) ditandai oleh beberapa bagian artikel, di antara lain diksi, pilihan informasi, pelesapan informasi, kelengkapan artikel, dan juga dengan tempat letaknya artikel dalam koran. Misalnya, artikel-artikel yang dianggap penting oleh pers diletakkan di halaman-halaman depan dengan artikel yang besar. Sedangkan, artikel yang dianggap tidak penting diletakkan di belakang.
Dalam artikel 130 TBD, sudut pandang cukup objektif. Contohnya, pada akhir artikel diberi pernyataan oleh wakil pemerintah bahwa takkan ada hambatan yang berarti dalam perjalanan. Pernyataan ini diseimbangi dengan informasi bahwa jumlah pemudik bermotor meningkat dan mulai dominasi jalan pada pagi hari. Oleh karena ada keseimbangan informasi itu, pembaca tidak dipersuasi setuju dengan laporan oleh karena pelesapan informasi.
Dalam artikel MHM, sudut pandang anti-pemerintah secara tidak langsung. Di antara lain, ketika judul dibaca bersama by-line ada pesan ketidakefisienan pemerintah. Apalagi, walaupun pemerintah diberi lebih banyak kutipan dan fokus dalam artikel ada pula pernyataan yang terdengar agak menghina. Misalnya, permohonan pemerintah agar masyarakat sabar menunggu keputusan dikatakan dua kali dalam artikel. Kritik pemerintah ini sesuai dengan pers liberal atau tanggung jawab sosial.
Sudut pandang yang paling jelas terletak pada opini KPT, yaitu posisi anti- pemerintah. Keputusan pemerintah untuk undang-undang baru dikritik secara mendalam dalam opini yang penuh emosi. Namun, pembaca tidak diberi kutipan langsung dari undang-undang tersebut atau lihat semua ayat dan pasal dalam konteks ataupun komentar dari ahli. Akibatnya, terjadi pelesapan informasi yang cukup besar dalam opini ini yang mewarnai penangkapan masyarakat. Ini mencerminkan sistem pers liberal.
BAB V: PENUTUP
Dari informasi di atas dapat dimengerti bahwa pers Indonesia pada saat ini pasti bukan pers otoriter ataupun pers komunis. Pers Indonesia pada saat ini lebih mengarah ke pers tanggung jawab sosial, yang menjaga sikap dan nama baik dengan kebenaran dan objektivitas dalam artikel.
Namun, ada pula beberapa aspek pers liberal yang masih terasa dalam pers Indonesia pada saat ini. Opini seperti KPT reaksionis dan terbawa emosi, bukan logika. Dalam opini-opini ada kebiasaan menyampaikan gagasan tanpa memeriksanya dengan ahli dalam bidang itu; dalam kasus KPT, ahli hukum.
Oleh karena itu, pers Indonesia moderne tidak dapat disebut seratus persen pers tanggung jawab sosial. Namun, bisa dikatakan bahwa pers Indonesia pada saat ini bersifat tanggung jawab sosial dalam artikel tetapi liberal dalam opini.
Agar bisa lebih dipercaya rakyat sebaiknya pers Indonesia ingat pada kedudukannya sebagai pelapor peristiwa penting yang berguna untuk rakyat. Apabila ada sesuatu yang sangat memarahkan, sebaiknya opini tentang itu mengkritik dengan bukti tambahan dari ahli atau kutipan dari buku
DAFTAR PUSTAKA
Batubara, Leo. 2009. “Kebebasan Pers Terancam.”Kom pas. 14 September.
Rahmanto, Drs. B. 2009. “Empat Macam Teori Pers.”Pelajar an.
Staff Kompas. 2009. “130 Truk BBM Disiagakan.”Kom pas. 14 September.
Staff Kompas. 2009. “Muhammadiyah Hari Minggu.”Kom pas. 14 September

Tidak ada komentar:

Posting Komentar